Mencari Cita Kemanusiaan Bersama: Pergulatan Keambonan dan Keindonesiaan

Buku ini merupakan pertanggungjawaban iman kepada Tuhan, gereja, maupun masyarakat. Melalui buku ini pembaca dapat mengikuti gagasan-gagasan sekaligus kegelisahan penulis, baik sebagai "anak Maluku" maupun selaku warga Indonesia dalam proses kesejarahannya. Menjadi Maluku di tengah keberadaan sebagai bagian dari kenyataan Indonesia, membutuhkan suatu keterbukaan pandang yang jeli. Sudah tidak cukup lagi memahami Maluku secara historik, apalagi secara sentimental dengan keberadaan budayawinya, seolah dia terisolasi dari berbagai perjumpaan panjang sejarahnya dengan bangsa-bangsa lain. Keberadaan sumber daya alaminya telah menarik perhatian berbagai bangsa di dunia untuk menyapanya dengan berbagai pengaruh yang mereka bawa. Tidak seperti kebanyakan studi dan analisis tentang Republik Maluku Selatan (RMS) yang pada umumnya mengkaji gerakan kelompok ini dari sudut pandang kepentingan “politik Jakarta”, penulis lebih melihatnya dari dinamika pergulatan sosial-politik lokal Ambon. Pula, tidak seperti pendapat sejumlah sarjana dan pengamat yang menganggap RMS sebagai gagasan “separatis Kristen” atau gerakan “Kristen separatis,” penulis melihat RMS sebagai fenomena yang sangat kompleks, bukan gerakan monolitik serta bukan sebuah “gerakan politik Kristen” mengingat di dalam RMS juga terdapat sejumlah elemen Islam. Buku ini merupakan setetes embun yang hendak menyegarkan ingatan kolektif masyarakat Maluku tentang fragmen-fragmen sejarah peradabannya yang pernah dihilangkan oleh rezim kekuasaan negara. Momentum Reformasi 1998 yang mengerucut pada implementasi desentralisasi “setengah hati” kekuasaan politik dan pengelolaan sumber daya (alam dan manusia) lokal menggelar cakrawala yang lebih luas untuk proses pencarian yang lebih kritis.