Prospek Implementasi Reforma Agraria di Indonesia Setelah Terbitnya Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018

Tulisan ini bertujuan membawa studi atas Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) ke arah yang lebih empirik dengan menggunakan teori-teori implementasi kebijakan publik, seperti yang dikenalkan Grindle (1980) tentang variabel konten dan konteks kebijakan. Juga teori para peneliti implementasi yang kritis yang menggunakan perspektif bottom-up dan menyoroti tindakan birokrat pelaksana. Penelitian menggunakan metode kualitatif melalui studi literatur dan fokus pada kebijakan eksekutif, tindakan birokrat dan serta konteks yang melingkupinya. Penelitian menemukan bahwa kebijakan eksekutif dengan terbitnya Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 86 Tahun 2018 justeru tidak selaras dengan beberapa ketentuan UUPA. Peraturan presiden tersebut memiliki paradoks, ingin mengakomodir banyak variabel tetapi mengalami kebingungan atas tujuan utama reforma agraria. Sebagai kebijakan yang relatif top down, implementasi UUPA sebenarnya memerlukan adanya aktor yang dominan. Namun tindakan birokrat pelaksana (street level bureaucrat) telah lama mereduksi tujuan undangundang menjadi sekedar tindakan legalisasi terhadap pembukuan transaksi atas tanah yang berjalan sesuai mekanisme pasar. Kini, semakin banyaknya penduduk Indonesia yang tinggal di wilayah perkotaan membuat isu tentang tanah lebih kompleks, terkait dengan alih fungsi lahan dan berbagai tantangan pembangunan berkelanjutan. Berbagai kondisi tersebut membuat prospek implementasi reforma agraria di Indonesia setelah terbitnya Peraturan Presiden 86/2018 masih belum menggembirakan. Masih diperlukan kebijakan yang mengakomodir misi utama UUPA dan perkembangan perkotaan.